Sejarah Dinasti Daulah Bani Umayyah adalah kekhalifahan kedua yang didirikan setelah wafatnya Nabi Muhammad. Kekhalifahan ini resmi berdiri setelah wafatnya Ali bin Abi Thalib, khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Pendiri dan khalifah pertama Bani Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan atau Muawiyah I yang menjadi Gubernur Syam pada masa pemerintahan Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan.
Pemerintahan Bani Umayyah berlangsung lebih dari tiga abad, yang dibagi ke dalam dua periode. Yakni periode pertama antara 661-750 dengan pusat pemerintahan di Damaskus, kemudian periode kedua antara 756-1031 di Cordoba, Spanyol. Tidak hanya masa pemerintahannya yang lama, Daulah Umayyah memiliki sejarah yang sangat panjang.
Proses Berdirinya Dinasti Bani Umayyah
Sejarah lahirnya Kekhalifahan Umayyah diawali dengan krisis yang terjadi pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Ketika Khulafaur Rasyidin dipimpin oleh Utsman bin Affan, umat Islam sempat mengalami era paling makmur dan sejahtera. Namun pada periode kedua kepemimpinannya, terjadi perpecahan dan pemberontakan karena jabatan-jabatan strategis di pemerintahan diberikan Utsman kepada keluarganya dari Bani Umayyah. Pada 655 M, sekitar 1.500 orang bahkan datang ke Madinah untuk memprotes kebijakan Utsman. Utsman kemudian dibunuh oleh para demonstran yang menyerbu rumahnya.
Khalifah Ali bin Abi Talib (655-660 M) yang berkuasa setelahnya berusaha mengatasi pemberontakan dengan menarik para amir yang sebelumnya diangkat oleh Utsman. Di saat yang sama, tuntutan untuk membalas dendam atas pembunuhan Utsman pun meningkat hingga meletuslah Perang Jamal atau Perang Unta pada 656. Perang ini merupakan pertempuran pertama antara umat Islam. Setelah itu, muncul seruan lain untuk membalas dendam atas kematian Utsman, yaitu dari Muawiyah I.
Ali memerangi pasukan Muawiyah dalam Perang Shiffin. Perang Shiffin ini diakhiri dengan tahkim atau penyelesaian perkara, yang ternyata tidak menyelesaikan masalah bahkan menimbulkan perpecahan menjadi tiga golongan politik, yaitu Muawiyah, Syiah dan Khawarij. Setelah Ali terbunuh oleh salah satu golongan, Khulafaur Rasyidin resmi berakhir.
Berdirinya Dinasti Bani Umayyah
Berdirinya Dinasti Bani Umayyah dilatarbelakangi oleh sebuah peristiwa penting dalam sejarah umat yaitu Ammul Jamaah. Setelah Ali wafat, kepemimpinan sebenarnya sempat dilanjutkan oleh putranya, Hasan. Namun, setelah beberapa bulan, Hasan mundur dari posisinya demi mendamaikan kaum muslim yang kala itu sedang dilanda beragam fitnah, dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, Perang Jamal, Pertempuran Shiffin, terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan pengkhianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi’ah.
Hasan memilih berdamai dengan menyerahkan kepemimpinan pada Muawiyah I. Perdamaian antara keduanya inilah yang disebut dengan Ammul Jamaah (tahun persatuan). Peristiwa ini di tandai dengan prosesi penyerahan kekuasaan dari Hasan kepada Muawiyah I di Kufah. Dengan demikian, dimulailah kekuasaan Bani Umayyah. Bani Umayah kemudian mengubah pemerintahan yang awalnya demokratis menjadi monarki (sistem pemerintahan berbentuk kerajaan).
Dinasti Bani Umayyah di Andalus
Al-Andalus atau (kawasan Spanyol dan Portugis sekarang) mulai ditaklukan oleh umat Islam pada zaman khalifah Bani Umayyah, Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M), di mana tentara Islam yang sebelumnya telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah. Dalam proses penaklukan ini dimulai dengan kemenangan pertama yang dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi.
Kemudian pasukan Islam di bawah pimpinan Musa bin Nushair juga berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Zaragoza sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz tahun 99 H/717 M, di mana sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pirenia dan Prancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H.
Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordeaux, Poitiers dan dari sini ia mencoba menyerang kota Tours, di kota ini ia ditahan oleh Charles Martel, yang kemudian dikenal dengan Pertempuran Tours, al-Ghafiqi terbunuh sehingga penyerangan ke Prancis gagal dan tentara muslim mundur kembali ke Spanyol.
Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Goth bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderic, Raja Goth terakhir yang dikalahkan pasukan Muslimin. Awal kehancuran kerajaan Visigoth adalah ketika Roderic memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza.
Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderic. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Raja Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa.
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderic yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang, selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Sewaktu penaklukan itu para pemimpin penaklukan tersebut terdiri dari tokoh-tokoh yang kuat, yang mempunyai tentara yang kompak, dan penuh percaya diri. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.