Sejarah Ka’bah Masjidil Haram Mekkah
Sejarah Ka’bah Masjidil Haram Mekkah – Ka’bah adalah sebuah bangunan di tengah-tengah masjid paling suci dalam agama Islam, Masjidil Haram, di Mekkah, Hejaz, Arab Saudi. Tempat ini adalah tempat yang paling disucikan dalam agama Islam. Ka’bah dianggap “Rumah Allah” dan mirip selayaknya Bait Suci dalam keyakinan Yudaisme. Muslim dari seluruh dunia menghadap Ka’bah sebagai titik ketika melaksanakan salat (sembahyang). Perintah salat menghadap ke Ka’bah dikenal dengan nama kiblat. Bangunan suci sekitar Ka’bah dikenal sebagai Masjid al-Haram (translasi langsung:masjid terlarang; secara harfiah: masjid yg disucikan).
Salah satu dari Rukun Islam mewajibkan bagi setiap Muslim yang mampu untuk menunaikan ibadah haji satu kali seumur hidup. Bagian-bagian ritual haji yang mengharuskan tawaf, berputar tujuh kali mengelilingi Ka’bah dengan melawan arah jarum jam. Tawaf juga dilakukam oleh jamaah saat melaksanakan umrah (haji kecil). Namun, kebanyakan waktu ramai di Ka’bah adalah saat musim haji, ketika jutaan jamaah bersama-sama mengelilingi Ka’bah dengan sebuah periode dalam lima hari.
Pada 2013, jamaah haji yang datang dari luar Kerajaan Arab Saudi untuk melaksanakan haji secara resmi dilaporkan sebanyak 1,379,531. Pada 2014, Arab Saudi melaporkan membuka izin untuk 1,389,053 jamaah haji internasional dan 63,375 untuk penduduk (dari Arab Saudi) Bangunan Ka’bah beberapa kali disebutkan dalam Alquran dan Hadits, seperti Bait (Rumah), Bait ul Haram (Rumah Suci), Bait Ullah (Rumah Allah), Bait al-Ateeq (Rumah Tua), dan Awal ul Bait (Rumah pertama). Kata bahasa Arab Bait juga disamakan dalam bahasa Ibrani Bait, juga berarti “Rumah”. (Kata Ibrani “Beit” berarti “Rumah-“, dalam penggunaannya seperti Beit HaMikdash (Rumah suci) dan Beit El/Bethel (Rumah Tuhan).). Kata bahasa Arab Ka’bah berarti persegi atau kubus. Alquran juga menyebut Bait al-Ma’mur,[Qur’an At-Tur:4] Rumah Allah di Surga dan Ka’bah dibawahnya, disebut dalam Hadits para Malaikat melakukan Tawaf dan Salat.
Sejarah perkembangan Ka’bah
Isyarat pembangunan Ka’bah disebutkan dalam Al-Qur’an pada Surah Ali Imran ayat ke-96. Ayat ini menjelaskan bahwa Ka’bah dibangun di Bakkah (Makkah) untuk umat manusia sebagai tempat ibadah yang pertama. Ayat ini memberikan keterangan bahwa Ka’bah pertama kali dibangun oleh makhluk lain selain manusia. Pernyataan pembangunan Ka’bah untuk manusia juga mengisyaratkan bahwa Ka’bah telah dibangun sebelum adanya umat manusia. Dalam artian bahwa Ka’bah telah dibangun sebelum keberadaan Nabi Adam di Bumi. Beberapa pendapat menganggap Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang membangun Ka’bah. Hal ini dianggap keliru, karena di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa keduanya hanya bertugas meninggikan bangunan Ka’bah. Ayatnya yaitu Surah Al-Baqarah ayat ke-127. Ayat tersebut menyatakan bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail hanya meninggikan pondasi Ka’bah.
Ka’bah yang juga dinamakan Bayt al `Atiq (Arab: بيت العتيق, Rumah Tua) adalah bangunan yang dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail setelah Nabi Ismail berada di Mekkah atas perintah Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, surah 14:37 tersirat bahwa situs suci Ka’bah telah ada sewaktu Nabi Ibrahim menempatkan Hajar dan bayi Ismail di lokasi tersebut.
Pada masa Nabi Muhammad ﷺ berusia 30 tahun (sekitar 600 M dan belum diangkat menjadi rasul pada saat itu), bangunan ini direnovasi kembali akibat banjir bandang yang melanda kota Mekkah pada saat itu. Sempat terjadi perselisihan antar kepala suku atau kabilah ketika hendak meletakkan kembali batu Hajar Aswad pada salah satu sudut Ka’bah, namun berkat penyelesaian Muhammad ﷺ perselisihan itu berhasil diselesaikan tanpa pertumpahan darah dan tanpa ada pihak yang dirugikan.
Ka’Bah rumah ibadah agama tauhid
Pada saat menjelang Muhammad ﷺ diangkat menjadi nabi sampai kepindahannya ke kota Madinah, bangunan Ka’bah yang semula rumah ibadah agama monotheisme (tauhid) ajaran Nabi Ibrahim telah berubah menjadi kuil pemujaan bangsa Arab yang di dalamnya diletakkan sekitar 360 berhala/patung yang merupakan perwujudan tuhan-tuhan politheisme bangsa Arab ketika masa kegelapan pemikiran (jahilliyah) padahal sebagaimana ajaran Nabi Ibrahim yang merupakan nenek moyang bangsa Arab dan bangsa Yahudi serta ajaran Nabi Musa terhadap kaum Yahudi, Allah Sang Maha Pencipta tidak boleh dipersekutukan dan disembah bersamaan dengan benda atau makhluk apapun juga dan tidak memiliki perantara untuk menyembahNya serta tunggal tidak ada yang menyerupaiNya dan tidak beranak dan tidak diperanakkan (Surah Al-Ikhlas dalam Al-Qur’an). Ka’bah akhirnya dibersihkan dari patung-patung agama politheisme ketika Nabi Muhammad membebaskan kota Mekkah tanpa pertumpahan darah dan dikembalikan sebagai rumah ibadah agama tauhid (Islam).
Selanjutnya bangunan ini diurus dan dipelihara oleh Bani Syaibah sebagai pemegang kunci Ka’bah dan administrasi serta pelayanan haji diatur oleh pemerintahan baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti Usmaniyah Turki, sampai saat ini yakni pemerintah kerajaan Arab Saudi yang bertindak sebagai pelayan dua kota suci, Mekkah dan Madinah